Tanggungjawab Bank Atas Penggunaan Cek Sebagai Alat Pembayaran
A.
PENDAHULUAN
Dalam
dunia perusahaan dan perdagangan,orang menginginkan segala sesuatunya bersifat
praktis dan aman khususnya dalam lalu lintas pembayaran. Artinya setiap orang
tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang melainkan cukup
dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun
sebagai alat pembayaran kredit.
Demikian
halnya dalam dunia perbankan dewasa ini, semakin maju seiring dengan majunya
perkembangan di berbagai bidang. Karena penggunaan surat berharga semakin
menjadi bagian kehidupan masyarakat. Seyogya nya surat berharga ini benar-benar
menjadi milik seluruh lapisan masyarakat, sehingga membawa kemudahan kepada
semua orang. Sebaliknya masyarakat bukan hanya mengenal, tetapi juga merasa
aman dengan kehadiran surat berharga, maka setiap orang yang memiliki surat
berharga perlu mendapat perlindungan hukum, terutama setiap pemegang yang
jujur, perlu dilindungi oleh undang-undang.
“ Dalam lalu lintas perniagaan
atau perusahaan, kecuali uang kertas, dikenal bermacam-macam surat yang pada umumnya orang mengatakan itu
sebagai surat berharga karena dalam kenyataannya surat berharga itu mempunyai
nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang atau apa yang disebut dalam surat
itu dapat dinilai atau ditukar dengan uang.
Sebagaimana yang kita kenal
selama ini, surat-surat atau akta-akta lain yang bernilai uang”.
Tiap-tiap
negara diseluruh dunia, termasuk Indonesia mempunyai surat surat perniagaannya
sendiri-sendiri, yang bentuk dan isinya tidak banyak berbeda. Orang mengatakan
itu surat berharga berdasarkan
kenyataan bahwa surat itu
mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang.
Surat-surat yang dimaksud di atas
seperti wesel, aksep, cek, saham, obligasi, konosemen, ceel, karcis kereta api,
surat penitipan barang, bilyet giro kredit card dan lain sebagainya. Namun
sebenarnya, pengertian surat berharga yang seperti dikatakan orang adalah tidak
tepat, karena tidak demikian yang dimaksud oleh hukum dagang.
Menurut pengertian hukum dagang
surat berharga hanya dibagi ke dalam dua bagian, surat berharga dan surat yang
mempunyai nilai. Surat cek adalah surat berharga yang tidak asing lagi bagi
dunia perdagangan karena surat cek merupakan surat tagihan hutang yang
merupakan perintah untuk membayar uang tertentu.
Dalam
bagian tertentu cek dan bilyet giro mempunyai persamaan-persamaan akan tetapi
ada hal-hal yang berbeda secara prinsipil. Surat cek memiliki nilai ekonomis
sebagai alat pembayaran tunai atau dapat diuangkan langsung oleh siapapun juga,
sedangkan bilyet giro tidak bisa diuangkan secara langsung melainkan hanya
dapat dipindahbukukan.
Pada zaman yang modern ini semua
serba praktis, orang yang melakukan
transaksi dengan membutuhkan uang
tunai dalam jumlah besar tidak perlu lagi membawa uang tunai. Cek merupakan
salah satu kemudahan dalam dunia usaha dan perdagangan.
Transaksi dengan menggunakan cek orang dengan segera
memperoleh uang tunai dengan hanya membawa dan menukar cek tersebut ke bank.
Dengan menggunakan cek terdapat banyak sekali kemudahan dan sangat banyak
memberikan manfaat maka akibatnya banyak
orang yang menggunakan cek sebagai alat pembayaran pengganti uang tunai. Dilihat dari segi waktu dan rasa
aman dalam melakukan transaksi maka orang lebih memilih menggunakan cek daripada membawa uang tunai dalam jumlah yang
besar.
Pada era
yang sangat maju dewasa ini terdapat perkembangan yang sangat pesat dalam hal pengunaan dan sistim pembayaran dengan menggunakan alat
cek sebagai alat pembayaran dalam hal ini, dalam pelaksanaan pembayaran dengan cek tersebut
pihak bank terdapat
tanggung jawab dalam lalu lintas pembayaran cek tersebut. Oleh sebab itu maka
penulis sangat tertarik untuk membahas
dan mengambil judul :
“Tanggungjawab Bank Atas
Penggunaan Cek Sebagai Alat Pembayaran”.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana tanggungjawab bank atas pelaksanaan
penggunaan Cek sebagai alat pembayaran?
2.
Apa saja
manfaat cek sebagai surat
berharga dalam transaksi
pembayaran?
C.
METODE PENELITIAN
Penulisan
untuk mencapai hasil optimal maka diperlukan metode penelitian yang tepat dan
sesuai dengan pokok permasalahan. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Jenis Penelitian
Metode
yang dipergunakan dalam peneleitian ini adalah jenis penelitian yuridis normatif, yaitu yang dilakukan dengan meneliti peraturan
perundang-undangan yang mengatur permasalahan perlindungan hukum bagi pemegang
bilyet giro. Penelitian secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada
peraturan-peraturan yang berlaku yang yang berkaitan dengan perlindungan hukum
terhadap pemegang bilyet giro kosong ini, sedangkan normatif maksudnya
penelitian hukum yang mengacu pada norma-norma yang berlaku terhadap
perlindungan hukum bagi pemegang bilyet giro kosong. Jadi disini terdapat
kekosongan hukum yang mengatur perlindungan hukum bagi pemegang bilyet giro
kosong.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan
penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah statute approach atau
pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan yang digunakan dalam penelitian
hukum yang dilakukan dengan mengkaji beberapa peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan perlindungan pemegang bilyet giro kosong, kemudian
membandingkannya peraturan yang satu dengan peraturan perundang-undangan yang
lainnya.
Statute approach adalah
pendekatan yang menggunakan peraturan perundang-undangan, karena yang diteliti
adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus menjadi tema sentral
penelitian. Penelitian normatif dapat dan harus memanfaatkan hasil penelitian
empiris, namun ilmu empiris itu berstatus sebagai ilmu bantu, sehingga tidak
merubah hakikat ilmu hukum sebagai ilmu normatif.
PEMBAHASAN
1.
Tanggung
Jawab Bank Atas Pelaksanaan Penggunaan
Cek.
Pada
mulanya apa yang disebut hak dan kewajiban di dalam lalu lintas perdagangan adalah
ditimbulkannya oleh adanya transaksi
perdagangan itu. Pihak yang satu berhak atas penyerahan barang, dan pihak
lainnya berhak atas pembayaran,. Pihak
yang satu berkewajiban untuk
menyerahkan barang dan pihak yang
lainnya berkewajiban untuk melakukan pembayaran.
Ada
kalanya di dalam suatu transaksi yang
terjadi antara dua pihak, Bahwa pihak yang satu hendak memberikan sejumlah
uang, sedang pihak lainnya menerima pesan
untuk menyimpan uang tersebut. Atau juga, bentuk transaksi dimana pihak yang satu memberikan pesan kepada pihak
lainnya agar supaya pihak lain
itu memberikan sejumlah uang kepada
pihak tertentu yang ditunjuk, dan pihak
pemberi pesan memberikan sejumlah uang
kepada si penerima pesan sebagai
imbalannya.
Pokoknya,
transaksi yang terjadi didalam lalu
lintas perdagangan itu dapat saja terdiri dari berbagai kemungkinan, yang jelas di dalam
transaksi
Transaksi tersebut
senantiasa disangkut pautkan dengan masalah pembayaran sejumlah uang.
Jadi kesimpulannya, di dalam suatu transaksi
yang terjadi antara dua belah
pihak, pihak yang satu berlaku sebagai debitur dan pihak lainnya sebagai
kreditur.
Transaksi
yang demikian ini pada umumnya disebut “perjanjian”.
Perjanjian itu ada bermacam macam jenisnya
misalnya perjanjian jual beli, pinjam meminjam uang, penyimpanan uang di bank
dan lain-lain. Dalam perjanjian itu disepakati
pula bahwa bagi yang berkewajiban, melakukan pembayaran, dapat
membayar cara lain yang tidak berupa
uang, melainkan dengan surat berharga.
Surat berharga itu kemudian oleh pemegangnya dibawa dan ditunjukkan kepada pihak ketiga yang
namanya tersebut dalam surat berharga
itu guna memperoleh pembayaran sesuai
dengan isi perjanjian itu.
Timbulnya
kewajiban membayar dengan menerbitkan
surat berharga itu justru karena adanya
perjanjian terlebih dahulu antara pihak-pihak, perjanjian mana menerbitkan kewajiban untuk membayar sejumlah uang.
Penerbitan surat berharga itu
adalah sebagai pelaksanaan, dari kewajiban membayar itu.
Bahwa
kata lain, perjanjian adalah perikatan
yang menjadi dasar terbitnya surat
berharga, yang disebut “perikatan
dasar”(onderliggende verhouding ). Tanpa ada perikatan dasar, tidak mungkin di terbitkan, surat berharga. Dengan demikian
penerbitan surat berharga itu bukanlah perbuatan yang berdiri sendiri lepas dari
perikatan dasarnya.
Bahwa
kata lain, perjanjian adalah perikatan
yang menjadi dasar terbitnya surat
berharga, yang disebut “perikatan
dasar”(onderliggende verhouding ). Tanpa ada perikatan dasar, tidak mungkin di terbitkan, surat berharga. Dengan demikian
penerbitan surat berharga itu bukanlah perbuatan yang berdiri sendiri lepas dari
perikatan dasarnya.
Suatu ketika
muncul serentetan pertanyaan, yaitu : Alasan apakah yang membuat pihak ketiga
atau tersangkut itu mau membayar manakala pemegang surat berharga itu
memintakan pembayaran keduanya. Dan bagaimana pula andai kata pihak ketiga atau tersangkut itu tidak mau
membayar ketika surat berharga itu ditunjukkan
kepadanya? Seperti telah
digambarkan
diatas bahwa antara penerbit surat berharga dan pihak ketiga atau tersangkut itu ada hubungan hukum yang berdiri sendiri, yang lain sama sekali dengan hubungan hukum antara penerbit dan
pemegang surat berharga itu.
Hubungan
hukum itu tidak perlu diketahui oleh pemegang, pokoknya pemegang dijamin jika menunjukkan surat berharga itu, ia akan memperoleh pembayaran. Tetapi
jika ternyata pemegang tidak memperoleh pembayaran, artinya pihak ketiga atau
tersangkut itu menolak pembayaran, akan melakukan pembayaran. Penerbit bertanggung jawab atas pembayarannya.
Berikut
ini sekedar ikhtisar guna mengenal proses terjadinya perikatan dasar dan
hal tersangkutnya pihak ketiga dalam proses tersebut. Pembeli akan membayar
harga barang yang dibelinya dengan
menerbitkan sepucuk surat cek sejumlah harga barang itu. Dalam surat cek
tersebut pembeli memerintahkan kepada pihak ketiga yaitu bank B untuk membayar
sejumlah uang kepada penjual (penerima surat cek), yang sama jumlahnya dengan
harga pembelian itu. Pembeli sebagai penerbit cek, sebelumnya
sudah mempunyai dana yang disimpan di bank D, dana mana
setiap saat penerbit
memerlukannya, dapat diambil apabila pemegang surat cek itu datang menunjukkan surat cek
kepada bank B, bank ini pasti membayar surat cek tersebut atas beban rekening penerbit, karena dananya memang tersedia.
Bahwa
tersedianya dana pada bank B itu, tidak mungkin
B akan menolak pembayaran surat cek
tersebut. Bank B baru akan menolak
pembayaran cek itu, jika dana tidak cukup atau tidak tesedia. Dalam hal ini penerbit tetap bertanggung jawab atas pembayaran hutangnya itu.
Contoh
ilustrasi di atas ini, dapat disimpulkan
bahwa penerbitan surat berharga itu sebenarnya adalah pembayaran
cara lain dari biasa sebagai pemenuhan
isi perjanjian. Perjanjian antara pihak-pihak itu adalah dasar penerbitan
surat berharga, yang disebut perikatan
dasar. Nilai perikatan dasar itu dijelmakan dalam nilai surat berharga yang
diterbitkan itu. Surat berharga itu oleh pemegangnya dapat dibayarkan kepada orang lain jika ia mengadakan perjanjian dengan pihak lain itu, dan seterusnya,
sehingga surat berharga itu dapat berpindah
dari tangan ke tangan secara mudah
sesuai dengan klausula yang terdapat di
dalamnya. Inilah fungsi surat berharga
sebagai alat pembayaran (betaal middel )
dan sebagai alat pemindahan hak tagih.
Latar
belakang daripada diterbitkannya surat
berharga sebagai pemenuhan isi perjanjian
yang dilakukan oleh penerbit adalah apa
yang disebut sebagai perikatan dasar,
sebagaimana telah dibicarakan terdahulu. Dengan demikian mengikatnya surat
berharga itu antara penerbit dengan pemegang adalah disebabkan karena adanya perikatan dasar.
Dalam hal
yang demikian, karena penerbit mempunyai
hubungan hukum secara langsung dengan penerima atau pemegang surat berharga, maka tidaklah ada masalah
apapun. Apabila pemegang surat berharga
itu memperalihkannya kepada pemegang
berikutmya karena memenuhi fungsi surat
berharga itu, maka akan timbul pertanyaan. Apakah yang menjadi dasar hukumnya,
sepucuk surat berharga itu mengikat antara penerbit dan pemegang yang bukan
pemegang itu.
Pemindahtanganan
surat berharga itupun didasarkan juga
pada isi perjanjian yang tersurat dalam teks surat berharga itu misalnya dengan
klausula atas unjuk dan atas pengganti, klausula ini menunjukkan bahwa surat
berharga itu telah disetujui oleh penerbitnya,
apabila pemegang pertama pemindahtangankan
surat itu kepada pemegang berikutnya.
Oleh
karena merasa percaya dan yakin bahwa perjanjian antara penerbit dan pemegang
pertama itu memang ada seperti yang tertera pada materi surat berharga itu, maka pemegang berikutnya juga mau menerima peralihannya.
Apabila
penerbit tidak menyetujui surat berharga
itu dipindahkan kepada pemegang berikutnya, sudah barang tentu dalam surat berharga itu akan dimuat suatu klausula
yang menunjukkan maksud penerbit
tidak menyetujui jika surat berharga itu dipindahtangankan kepada pemegang berikutnya. Hal ini dapat dilihat pada surat wesel. Jika penerbit tidak menghendaki surat wesel
itu dipindahtangankan menurut hukum wesel. Maka
akan dicantumkan klausula rekta yang berbunyi
“tidak atas pengganti” (nietaan order). Hal ini juga terdapat pada surat cek
(Pasal 110 ayat 2 KUHD untuk surat wesel dan pasal 191 ayat 2 KUHD untuk surat cek).
Ini
berarti pemegang pertama tidak dibolehkan memperalihkan surat wesel atau cek
itu kepada pemegang berikutnya menurut hukum surat berharga, yaitu dengan endosemen. Jika pemegang pertama memperalihkan juga kepada pihak
lainnya, akibat hukumnya penerbit tidak bertanggung
jawab menurut surat berharga, kepada
pemegang yang baru itu.
Apabila
surat berharga itu jatuh ketangan orang lain yang tidak berhak, maka
sepantasnya pula orang yang tidak berhak itu tidak mendapat perlindungan. Yang
perlu dilindungi itu hanyalah orang yang sebenarnya berhak atau orang yang
jujur. Adalah tidak masuk akal dan bertentangan dengan norma hukum dan norma kepatuhan yang berlaku dalam
masyarakat jika seorang pencuri surat berharga atau yang memperoleh tanpa hak
mendapat perlindungan hukum.
Hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari dua
bentuk, yaitu hubungan kontraktual dan non
kontraktual. Namun kami hanya akan menjelaskan hubungan kontraktual. Hubungan yang paling utama dan
lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap
semua nasabah baik nasabah debitur, nasabah deposan, atau nasabah non debitur
dan non deposan. Terhadap nasabah debitur hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi
dana) dan debitur (peminjam dana).
Hukum
kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata
(buku 3). Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berkekuatan sama dengan Undang-Undang dari kedua belah pihak.
Pengguna
jasa perbankan yang berkaitan dengan jasa di bidang lalu lintas pembayaran
adalah masyarakat. Berbagai pihak di masyarakat menggunakan fasilitas dan Jasa
perbankan tersebut sesuai dengan kepentingannya., termasuk dalam penggunaan
rekening giro dan warkat penarikannya. berkaitan dengan pengelolaan rekening giro dan
penggunaan cek dan bilyet giro sebagai warkat perbankan dalam rangka mendukung
penyelesaian kewajiban pembayaran di masyarakat, maka terdapat pula dampak lainnya yang bersifat negative yaitu beredarnya cek/bilyet giro kosong.
Pengertian
cek/bilyet giro kosong yang ditetapkan
dalam SEBI No. 2/10/DASP, sebagaimana telah diubah dengan SEBI No.4/17/DASP,
adalah sebagai berikut : “cek/bilyet giro kosong adalah cek/bilyet giro yang
diunjukkan dan ditolak tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban
penyediaan dana oleh penarik karena saldo tidak cukup atau rekening telah ditutup”.8 Dari
pengertian tersebut diatas dapat disimpul
kan bahwa cek/bilyet giro kosong adalah
cek/bilyet giro yang ditolak oleh Bank Umum sebagai tertarik karena saldo
rekening nasabah penyimpan tidak cukup atau rekening telah ditutup. Peredaran
cek/bilyet giro kosong tersebut sangat merugikan berbagai pihak sehingga perlu
ditanggapi oleh Bank dan bank Indonesia agar
tidak berkembang sebagai masalah 8 M. yang tidak menguntungkan penggunaannya. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia telah mengatur
penanganan cek/bilyet giro kosong melalui beberapa peraturan perundang -undangannya.
Salah
satu peraturan perundanga-undangan yang secara lengkap mengatur tentang
tindakan untuk mencegah dan menangani peredaran cek/bilyet giro kosong adalah SEBI
No. 2/10/DASP perihal Tata Usaha
Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana telah diubah dengan SEBI No.
4/17/DASP. SEBI tersebut memuat ketentuan yang berkaitan dengan penatausahaan cek/bilyet giro
kosong yang wajib dilakukan oleh Bank
Umum dan Bank Indonesia sebagai bagian dari pengaturan giro, cek dan bilyet
giro saat ini.
Cek
adalah warkat yang berisi perintah tidak bersyarat kepada bank yang memelihara
rekening nasabah untuk membayarkan suatu
jumlah uang tertentu kepada orang tertentu atau yang ditunjuk olehnya atau
kepada pembawanya. Dengan demikian cek
pada pokoknya sama dengan bentuk wesel, yaitu suatu perintah membayar (betalingsopdracht) dan
bukan suatu kesanggupan untuk membayar
(betalingsbelofte). Ketentuan tentang cek diatur dalam Buku I Bab VII Bagian I -X
KUHD.
Dalam
Pasal 178 KUHD ditentukan syarat-syarat bagi suatu cek. Kalau salah satu syarat yang ditentukan dalam Pasal itu
tidak dipenuhi, warkat tersebut tidak dapat diperlakukan seabagi cek. Adapun
syarat-syarat yang dimaksud ialah :
1.
Pada
setiap cek harus terdapat kata “cek’
dalam bahasa yang dipakai cek itu.
2.
Perintah
tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu.
3.
Nama Bank
(sitertarik/drawee betrokkene ) yang
harus membayar jumlah uang tersebut.
4.
Penunjukkan tempat pembayaran harus dilakukan.
5.
Tanggal dan tempat penarikan cek tersebut.
6.
Tanda tangan si penarik (drawer).
Selembar
cek tanpa ada penyebutan kata “cek”
dianggap bukan cek menurut undang-undang
. penyebutan kata “cek” (cheque clausule)
harus terdapat pada setiap lembar cek.
Ini bukan hanya untuk menunjukkan sifat kertas berharga itu, melainkan juga untuk membedakaknnya dengan kertas berharga lainnya, misalnya
wesel atau surat sanggup.
Cek
adalah perintah tidak bersyarat untuk
membayar sejumlah uang tertentu. Setiap klausul mengenai pembayaran bunga yang
dimuat dalam suatu cek dianggap sebagai tidak tertulis (Pasal 184 KUHD). Si tertarik (drawee ) atau pihak yang
harus membayar suatu cek haruslah suatu bank yang mempunyai dana di bawah pengawasannya guna kepentingan si penarik. Mengenai dana
itu, secara tegas atau diam-diam,
penarik berhak mengguna kannya dengan menarik cek.
Suatu cek
harus disebutkan suatu jumlah tertentu yang ditulis bukan saja dengan huruf selengkap-lengkapnya, melainkan juga dengan angka. Bila terdapat selisih antara jumlah yang ditulis dengan
huruf dan jumlah yang ditulis dengan angka, yang berlaku adalah jumlah yang ditulis dengan huruf selengkap-lengkapnya.
Selanjutnya, kalau dalam sehelai cek terdapat penulisan huruf maupun angka
berulang-ulang dan terdapat selisih satu dengan yang lainnya, yang berlaku adalah
jumlah yang terkecil (Pasal 186 KUHD).
Praktek dalam sehari-hari, apabila terdapat selisih antara penulisan dengan huruf dan dengan angka, bank pembayar (Lex Privatum, Vol.I/No.2/Apr -Jun/2013126
tertarik) akan menolak cek tersebut dengan
alasan “huruf dan angka berbeda”.
Begitu pula kalau terdapat penulisan
angka berulang-ulang, bank pembayar juga akan menolak pembayaran cek tersebut
dengan alasan “perubahan penambahan harus ada tanda tangan si penarik”.
Undang-undang
menyatakan sebuah cek tidak berlaku bila di dalamnya tidak terdapat salah satu syarat formal sebagaimana
yang disebutkan diatas, ada kekecualian dalam hal “tempat pembayaran”:
1.
Apabila tempat pembayaran tidak disebutkan secara
tegas, nama si tertarik/bank
pembayar dianggap sebagai temapat
pembayaran. Sebaliknya, jika disamping nama tertarik disebut lebih dari satu tempat, cek itu harus
dibayar di tempat yang disebut pertama.
2.
Apabila hanya disebutkan nama sitertarik, cek itu
harus dibayar di kantor pusat dari
tertarik atau bank yang bersangkutan.
Menurut
undang-undang, setiap penarik cek
berkewajiban pada si tertarik (bank) untuk
mengusahakan agar pada hari bayarnya di
bank pembayarnya telah tersedia dana yang cukup
guna pembayaran cek tersebut (Pasal 190
a KUHD). Ini bukan berarti bahwa dana harus terus-menerus berada atau disimpan
pada bank pembayar. Sipenarik hanya
berkewajiban menyediakan dana bagi cek yang ditariknya itu selama 70 (tujuh
puluh) hari terhitung sejak tanggal cek tersebut ditarik. Masa 70 hari ini adalah jangka waktu untuk meminta pembayaran suatu cek (presentment for payment) kepada bank
pembayar (tertarik). Bilamana jangka waktu ini telah lewat sedangkan cek belum
dicairkan, si penarik cek sudah tidak lagi berkewajiban menyediakan dananya dan ia berhak
untuk menarik kembali cek yang telah dikeluarkannya
(Pasal 209 (1) KUHD).
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, suatu cek yang dikeluarkan harus diajukan untuk
pembayarannya dalam tenggang waktu 70 hari. Tenggang waktu berjalan mulai dari
hari yang disebut sebagai tanggal penarikan ( Pasal 206 KUHD). Jika tidak ada
penarikan kembali cek itu oleh penariknya, bank pembayar boleh membayar cek itu
walaupun telah lewat waktu 70 hari, tentunya setelah pemegang cek tersebut memenuhi bea materainya (Pasal 209 ayat (2)
KUHD).
Berhubung
dalam Pasal tersebut dinyatakan bahwa bank pembayar boleh (bukan wajib)
membayarnya, terhadap cek yang sudah kedaluwarsa itu (walaupun bea materainya
telah dipenuhi), sebaliknya jangan dibayar dan tetap ditolak dengan alasan “cek
telah kedaluwarsa”. Ini untuk menghindarkan akibat-akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari, kecuali apabila
penarik sendiri yang menghendaki
pembayarannya.
2.
Manfaat
Cek Sebagai Surat Berharga Dalam
Transaksi Pembayaran.
Kemajuan
teknologi dunia yang
demikian pesat ternyata menyangkut juga dalam sektor perdagangan. Hal
ini terlihat atau terbukti, diantaranya
dalam hal orang menghendaki segala
sesuatunya yang menyangkut urusan
perdagangannya dapat bersifat praktis dan aman serta dapat
dipertanggungjawabkan, khususnya dalam
lalu lintas pembayarannya.
Hal ini
orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran beruapa uang, melainkan
cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai Lex Privatum , Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013 127 alat
pembayaran kontan maupun sebagai alat
pembayaran kredit. Praktis artinya dalam setiap transaksi, para pihak tidak perlu
membawa mata uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup
dengan mengantongi surat berharga saja.
Aman
artinya tidak setiap orang yang berhak dapat menggunakan surat berharga itu,
karena pembayaran dengan surat berharga
memerlukan cara
cara tertentu. Sedangkan jika
menggunakan mata uang, apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinannya timbul bahaya
atau kerugian, misalnya pencurian, penggarongan, dan lain-lain. Dalam
dunia perusahaaan dan perdagangan, dikenal bermacam-macam surat yang pada umumnya orang mengatakan itu sebagai surat
berharga. Orang mengatakan itu surat berharga berdasarkan kenyataan bahwa surat
itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang, atau apa yang
tersebut dalam surat itu dapat dinilai atau ditukar dengan uang. Surat-surat
itu berupa wesel, aksep, cek, saham, obligasi, konosemen, ceel, karcis kereta
api, surat penitipan barang, bilyet giro, kredit card dan lain sebagainya.
Untuk
menuju kepada pengertian surat berharga
yang menjadi obyek pembicaraan, seperti yang diatur dalam KUHD, terlebih dahulu perlu dibedakan dua macam surat yaitu :
a.
Surat berharga, terjemahan dan istilah aslinya
dalam bahasa Belanda waarde papier, di negara -negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah negotiable instruments.
b.
Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalam
bahasa Belanda “ papier van waarde ’, dalam bahasa Inggrisnya “letter of value ”
Sebagaimana
telah diuraikan diatas, yaitu bahwa di dalam hal pembentuk undang-undang sesuatu istilah, maka untuk
memperoleh pengertiannya dapat diperoleh dari Memorie Penjelasan yang
diberikan di hadapan Dewan Perwakilan doktrin. Menurut memori penjelasan
(M.v.T) yang diberikan oleh Van de Felt mengenai pasal -pasal; 92, 102, dan 103
UKS Belanda (2 pasal yang disebutkan dimuka menjadi pasal-pasal: m89, dan 99 KPS
Indonesia) pada pokoknya dikemukakan : “Yang dimaksudkan dengan surat-surat yang
mempunyai nilai (papieren van waarde) adalah surat-surat yang pemilikannya diperlukan untuk dapat
melaksanakan hak yang ada didalamnya atau melekat dengan hak yang bersangkutan,
walaupun pelaksanaan hak itu tidak harus semata-mata prestasi yang berwujud
pembayaran uang, seperti misalnya
konosemen dan ceel”.
Surat
berharga adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaaan pemenuhan suatu prestasi yang merupakan pembayaran sejumlah harga uang.
Namun pembayaran tersebut tidak
dilaksanakan dengan menggunakan mata uang melainkan dengan menggunakan alat
pembayaran yang lain, yang mana adalah
berupa surat yang didalamnya terdapat suatu pesan ataupun perintah kepada pihak
ketiga, atau pernyataan sanggup untuk
membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.
Uraian di
atas ini dapat disimpulkan bahwa surat berharga
itu mempunyai tiga fungsi utama yaitu :
1.Sebagai alat pembayaran ( alat
tukar uang);
2.Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjual belikan dengan mudah atau
sederhana).
3.Sebagai surat bukti hak tagih
(surat legitimasi).
Sedangkan
tujuan penerbitan surat berharga itu
ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa
pembayaran sejumlah uang. Lebih lanjut
dapat diterangkan disini, bahwa surat yang mempunyai harga atau nilai ini
diterbitkan bukanlah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang
yang sebagaimana telah dikatakan di atas, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai pihak yang berhak atasnya yang tersebut di dalamnya.
Cek
merupakan salah satu sarana yang digunakan
untuk menarik atau mengambil uang
direkening giro. Fungsi lain dari cek adalah
sebagai alat untuk melakukan pembayaran.
Pengertian cek adalah surat perintah
tanpa syarat dari nasabah kepada bank yang memelihara rekening giro nasabah
tersebut, untuk membayar sejumlah uang kepada pihak
yang disebutkan di dalamnya atau kepada pemegang
cek tersebut. Artinya bank harus membayar
kepada siapa saja (ada nama seseorang atau badan atau tidak ada sama sekali) yang membawa cek ke bank yang memelihara rekening nasabah untuk diuangkan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, baik secara tunai maupun pemindahbukuan.
Penguangan
cek juga dapat dilakukan di bank yang
bukan mengeluarkan cek tersebut. Hanya bedanya jika yang diuangkan bukan dibank penerbit, maka
prosesnya tidak dapat diambil pada saat itu akan tetapi dipindahbukukan melaui proses kliring untuk dalam kota dan inkaso untuk cek yang berasal dari luar kota atau luar negeri. Bank penerima akan menagihkan ke bank
penerbit keesokan harinya. Untuk kliring
memakan waktu 1 hari dan untuk inkaso 1
minggu sampai 1 bulan tergantung jarak dan
sarana yang digunakan.
Agar cek
memenuhi syarat sebagai alat pembayaran
diperlukan syarat -syarat hukum,
sehingga memenuhi syarat sebagi cek.
Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai
alat pembayaran giral seperti yang diatur
di dalam KUH Dagang pasal 178 yaitu:
1.Pada surat cek harus tertulis
perkataan “CEK”
2.Surat cek harus berisi perintah tak bersyarat
untuk membayar sejumlah uang tertentu
3.Nama bank yang harus membayar
(tertarik)
4.Penyambutan tanggal dan tempat
cek dikeluarkan
5.Tanda tangan penarik
Syarat lainnya yang dapat
ditetapkan oleh bank untuk menarik sejumlah
uang yang diinginkan adalah sebagi berikut :
1.Tersedianya dana
2.Ada materai yang cukup
3.Jika ada coretan atau perubahan
harus ditandatangani oleh si pemberi
cek
4.Jumlah uang yang
tertulis diangka dengan huruf haruslah sama
5.Memperlihatkan masa kadaluarsa
cek yaitu 70 hari setelah
dikeluarkannya cek tersebut
6.Tanda tangan atau stempel perusahaan harus sama dengan yang ada di
specimen (contoh tanda tangan)
7.Tidak diblokir pihak berwenang
8.Resi cek sudah kembali
9.Endorsment cek benar, jika ada
10.Kondisi cek sempurna
11.Rekening belum ditutup
12.Dan syarat-syarat lainnya.
Untuk
menjaga agar hubungan dan pelayanan bank kepada
masyarakat, terutama nasabahnya berjalan
lancar, cepat, tepat, serta memuaskan segala pihak tanpa menimbulkan
hambatan serta kerugian bank telah
menyediakan pada setiap buku formulir cek, selembar kertas yang terletak pada
lembaran ketiga sebelum formulir cek habis dipakai. Formulir ini mengingatkan
pemiliknya, untuk segera mengajukan permintaan formulir cek baru pada bank.
Nasabah giro dapat menggunakan atau
mengisi formulir ini, kemudian
menyampaikannya kepada bank agar bank
segera mengirimkan kepada mereka formulir cek baru.
Demikian
nasabah giro tidak akan mengalami
kehabisan persediaan formulir cek, sehingga mereka selalu dapat menarik dananya
di bank. Agar formulir cek baru itu
dapat segera diterima, maka pengiriman
formulir itu tidaklah dilakukan melalui perusahaan ekspedisi atau semacamnya, tetapi sebaiknya langsung disampaikan sendiri oleh bank kepada nasabah yang bersangkutan.
“Tujuan
pokok menguangkan cek dibank adalah
menambah jumlah uang tunai yang ada
ditangan (kas), pembayaran kepada pihak ketiga misalnya membayar hutang,
membayar gaji dan berbagai transaksi lainnya”.
Seperti telah diuraikan, menguangkan atau
mencairkan uang atau menukarkan cek
dengan uang tunai di bank, merupakan salah
satu kegiatan pokok yang terjadi dalam
hubungan keuangan antara nasabah giro dengan bank. Oleh karena itulah transaksi keuangan semacam ini selalu terjadi pada setiap kegiatan perdagangan bahkan bisnis lainnya.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Tanggungjawab
bank terhadap penggunaan cek sebenarnya telah tercipta
sejak terjadi perjanjian antara kedua belah pihak yaitu antara bank dengan
nasabah debitur yaitu apa yang di sebut
dengan perikatan dasar. Karena dengan adanya hubungan hukum tersebut kedua belah pihak telah
terdapat kewajiban, terutama pihak bank
agar dapat melaksanakan kewajiban untuk melakukan perintah apa saja yang telah
dilakukan oleh pihak nasabah sebagai penerbit surat berharga yaitu cek.
2.
Manfaat cek
dewasa ini sangat penting sekali
terutama dalam bidang
perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan kegiatan kegiatan
sebagai usaha dagang. Setiap orang akan
lebih aman apabila pada saat melakukan transaksi atau melakukan pembayaran
tidak perlu membawa uang tunai lagi karena takut terjadi perampokan tapi setiap melakukan transaksi
orang tersebut hanya dengan membawa
selembar cek atau apa yang disebut dengan surat cek sebagai surat berharga.
Manfaat lainnya juga terhadap cek
tersebut yaitu bagi bank adalah dapat
menambah uang tunai pada bank tersebut
untuk dilakukan pembayaran.
B.
Saran
1. Bagi pihak bank, dalam penggunaan cek
diharapkan agar selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam perbankan agar tidak dapat merugikan pihak nasabah debitur di
dalam transaksi-transaksi mereka.
2. Manfaat cek bukan hanya pada pihak nasabah tetapi juga bermanfaat bagi pihak bank karena memperlancar pembayaran yang terjadi antara para pihak yang terlibat dalam usaha-usaha dagang. Oleh sebab itu karena cek ini sangat berperan penting bagi para pihak dan pembangunan secara nasional sehingga
diharapkan agar bagi Lex Privatum bank dan nasabah yang menerbitkan surat cek
juga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku terutama dalam dunia perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir
Muhamad, Hukum Dagang Tentang Surat Berharga, Citra Aditya B akti, Bandung, 1989
Abdulkadir
Muhammad dan Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
Imam
Prayogo Suryohadibroto dan Djoko Prakoso, Surat
Berharga Alat Pembayaran Dalam Masyarakat Modern , Bina Aksara, Jakarta,
1987
Johnny
Ibrahim, Teori Dan Metode Penelitian
Hukum Normatif, Bayumed ia Publishing, Malang, 2005.
Jonny
Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian
Normatif, Bayumedia, Malang, Juli 2007.
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan , PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003
M.
Bahsan, Giro Dan Bilyet Giro Perbankan
Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005
Tim
Penyunting Kamus Hukum Ekonomi, Kamus
Hukum Ekonomi, Proyek ELIPS,
Jakarta, 1997.Widjanarto, Hukum dan
Ketentuan Perbankan di Indonesia, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2003.
Komentar
Posting Komentar